pengenalan gejala kerusakan tanaman
(Laporan Praktikum Bioekologi Hama
Tumbuhan)
Oleh
Harina wahyuningsih
1514121114
kelompok 6
JURUSAN
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
LAMPUNG
2016
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar
belakang
Seperti kita
ketahui bahwa tanaman adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan yang memiliki manfaat
sangat besar terutama bagi kepentingan manusia. Sebagian besar produk/hasil
tanaman tersebut dimanfaatkan oleh manusia untuk kepentingan hidup dan kehidupannya.
Namun sebaliknya, produk atau hasil tanaman tersebut juga diminati makhluk
hidup lain yaitu hama. Keadaan inilah
yang menyebabkan manusia harus senantiasa berusaha agar produk atau hasil
tanaman yang dibudidayakan tersebut terhindar dari gangguan organisme pengganggu
tanaman.. Herbivora yang berada pada tanaman tidak semuanya menimbulkan
kerusakan. Ada herbivora yang keberadaannya dikehendaki ada juga yang tidak.
Herbivora yang keberadaannya tidak dikehendaki karena dapat menimbulkan
kerusakan pada tanaman yang dibudidayakan disebut hama. Jadi selama
keberadaannya ditanaman tidak menimbulkan kerusakan secara ekonomis, maka
herbivora tersebut belum berstatus hama.
Hama adalah
semua herbivora yang dapat merugikan
tanaman yang dibudidayakan oleh manusia secara ekonomis. serangan hama dapat
mengakibatkan produktivitas tanaman menjadi menurun, baik secara kualitas
maupun kuantitasnya, bahkan tidak jarang terjadi kegagalan panen yang dapat
menyebabkan kerugian . Oleh karena itu kehadirannya perlu dikendalikan. Pengendalian
dilakukan ketika populasi suatu hama di lahan telah melebihi batas Ambang
Ekonomik. Dalam kegiatan pengendalian hama di perlukan pengenalan terhadap
jenis-jenis hama, serta gejala kerusakan tanaman. Hal ini menjadi sangat penting agar tidak melakukan
kesalahan dalam mengambil langkah atau tindakan pengendalian.
1.2 Tujuan
Percobaan
Adapun
tujuan dilakukan praktikum kali ini ialah sebagai
berikut:
1.
Mengetahu
gejala-gejala serangan pada tanaman yang di sebabkan oleh hama
2.
Mengetahui
karakteristik setiap hama dalam menyerang tanaman
I.
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini
yaitu antara lain sampel tanaman yang telah terserang hama seperti hama
penggerek buah kopi, hama penggerek buah kakao, ulat kantung, kutu sisik,
pengorok daun, tungau, hips, penghisap buah lada dan kutu putih. Alat lain yang
di gunakan yaitu kamera dan alat tulis.
3.2 Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang di lakukan pada praktikum ini
yaitu :
1. Disiapkan
semua alat dan bahan
2. Diamati
masing-masing sampel tanaman yang sudah terserang hama
3. Dicatat gejala-gejala
yang ditimbulkan hama pada tanaman yang diserang pada masing masing sampel
4. di foto
sampel tanaman yang ada sebagai dokumentasi laporan
I.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Tabel
Hasil Pengamatan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan di dapatkan
table sebagai berikut
No
|
Gambar Hama
|
Kerusakan Tanaman
|
Keterangan
|
1
|
Penggerek buah Kakao
|
|
Nama Ilmiah;
Conopomorpha cramerella
Gejala
serangan :
-buah lengket
-biji lebih kisut
-kualitas menurun
|
2
|
Penggerek Buah kopi
|
|
Nama Ilmiah:
Hypothenemus
hampei
Gejala serangan :
-buah kopi kopong
-terdapat lubang di ujung buah kopi
|
3
|
Kutu sisik
|
|
Nama Ilmiah:
Coccus viridis
Gejala
serangan :
-menimbulkan bercak
-kutu yang banyak
berupa seperti
sisik
|
4
|
Ulat Kantung
|
|
Nama Ilmiah:
Mahasena
corbetti
Gejala serangan:
-daun berlubang pada bagian tengah daun
|
5
|
Tungau
|
|
Nama Ilmiah
Tetracychus kanzawai
Gejala Serangan:
-menimbulkan bercak yang mengumpul di daun
|
6
|
Pengorok Daun
|
|
Nama Ilmiah:
Liriomyza huidobrensis,
Gejala Serangan:
-jaringan dalamnya termakan
|
7
|
Thrips
|
|
Nama Ilmiah:
Thrips sp
Gejala serangan:
-daunnya menggulung nggulung
|
8
|
Penghisap Buah Lada
|
|
Nama Ilmiah
Dasynus piperis
Gejala serangan:
-buah akan kisut dan berwarna hitam bekas hisapannya
|
9
|
Kutu Putih
|
|
Nama Ilmiah:
Paracoccus marginatus
Gejala serangan:
-pertumbuhan tanaman kerdil
|
3.2 Pembahasan
Setiap
hama memiliki karakteristik
metamorfosis, alat mulut dan menimbulkan gejala kerusakan yang berbeda beda pada tanaman yang
diserang. Berikut adalah penjelasan dari masing masing serangga.
3.2.1.
Penggerek buah kakao
Taksonomi
Penggerek Buah kakao menurut (Snellen,
1904) adalah sebagai berikut:
Kerajaan :
Animalia
Filum :
Arthropoda
Kelas :
Insecta
Urutan :
Lepidoptera
Keluarga :
Gracillariidae
Genus :
Conopomorpha
Spesies : C. cramerella
Nama
binomial: Conopomorpha cramerella
Penggerek
buah kakao memiliki fisiologi seperti larva panjangnya sekitar 1 cm, tubuh
bergaris, memiliki abdomen, dan alat pembuangan. Sekurangnya dibutuhkan waktu
35 – 45 hari oleh hama PBK untuk berkembang dari telur menjadi imago (serangga
dewasa), sehingga wajar dalam waktu yang cukup singkat perkembangan hama PBK
ini sangat cepat. Siklus hidup serangga PBK ini sama seperti umumnya serangga
lain yaitu : telur, larva, pupa dan imago (Hase, 2009).
Siklus
hidupnya dimulai dari. Telur telur berwarna kuning jingga berbentuk lonjong
pipih dan ber-ukuran 0.5 mm x 0.3 mm, diletakkan satu per satu oleh ngengat
betina pada alur-alur permukaan buah. Enam-tujuh hari kemudian larva berwarna
kekuningan yang panjangnya 1 mm ke-luar dari telur, langsung menggerek ke dalam
buah dan tetap tinggal di dalam buah sampai menjelang berkepompong. Larva
membuat liang gerekan di bawah kulit buah dan di antara biji serta memakan
daging buah. Pada buah yang relatif muda hal itu menyebabkan biji melekat pada
kulit buah dan melekat satu sama lain, sedang pada buah matang tidak
me-nimbulkan kerusakan berarti pada biji tapi dapat menurunkan mutu biji.
Gerekan pada buah muda menyebabkan biji tidak berkem-bang, lebih-lebih apabila
terjadi perusakan pada saluran makanan yang menuju biji. Telur jarang
diletakkan pada buah yang sangat muda. Apabila hal itu terjadi, larva PBK
biasanya banyak yang mati atau tidak berkembang baik. Serangan larva PBK pada
buah bagian anterior akan me-nyebabkan kerusakan lebih serius terhadap
per-kembangan biji atau bahkan menyebakan pembu-sukan (Hase, 2009).
Tanaman
inang dari penggerek buah kakao (Conopomorpha cramerella) adalah tanaman kakao,
dan tanaman-tanaman disekitarnya, yang dapat memungkinkan induk ngengat dapat
tumbuh menjadi ngengat dewasa.
Buah
kakao yang diserang berukuran panjang 8 cm, dengan gejala masak awal, yaitu
belang kuning hijau atau kuning jingga dan terdapat lubang gerekan bekas keluar
larva. Pada saat buah dibelah biji-biji saling melekat dan berwarna kehitaman,
biji tidak berkembang dan ukurannya menjadi lebih kecil. Selain itu buah jika
digoyang tidak berbunyi. Gejala
baru tampak dari luar setelah buah kakao matang
di musim panen, buah kakao yang terserang berwarna agak jingga atau pucat
keputihan, buah menjadi lebih berat dan bila diguncang tidak terdengar suara
ketukan antara biji dengan dinding buah. Hal itu terjadi karena timbulnya
lendir dan kotoran pada daging buah dan rusaknya biji-biji di dalam buah.
Kerusakan daging buah akibat serangan PBK disebabkan oleh enzim hek-so-kinase,
malate dehidrogenase, fluorescent esterase and malic enzyme polymorphisms yang
disekresi-kan oleh PBK (Suparno, 2009).
3.2.2 Penggerek
Buah Kopi
Menurut Kalshoven
(1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Coleoptera
Family : Scolytidae
Genus : Hypothenemus
Spesies : Hypothenemus hampei
Hama Penggerek
Buah Kopi (Hypothenemus. hampei ) bermetamorfosis sempurna dengan
tahapan telur, larva, pupa dan imago atau serangga dewasa. Kumbang betina
lebih besar dari kumbang jantan. Panjang kumbang betina lebih kurang 1,7
mm dan lebar 0,7 mm, sedangkan panjang kumbang jantan 1,2 mm dan lebar 0,6-0,7
mm. Kumbang betina yang akan bertelur membuat lubang gerekan dengan diameter
lebih kurang 1 mm pada buah kopi dan biasanya pada bagian ujung. Kemudian
kumbang tersebut bertelur pada lubang yang dibuatnya. Telur menetas 5-9 hari.
Stadium larva 10-26 hari dan stadium pupa 4-9 hari. Pada ketinggian 500 m dpl,
serangga membutuhkan waktu 25 hari untuk perkembangannya. Pada ketinggian 1200
m dpl, untuk perkembangan serangga diperlukan waktu 33 hari . Lama hidup
serangga betina rata-rata 156 hari, sedangkan serangga jantan maksimal 103
hari.
Kumbang betina
menggerek ke dalam biji kopi dan bertelur sekitar 30 -50 butir. Telur menetas
menjadi larva yang menggerek biji kopi. Larva menjadi kepompong di
dalam biji. Dewasa (kumbang) keluar dari kepompong. Jantan dan betina kawin di
dalam buah kopi, kemudian sebagian betina terbang ke buah lain untuk masuk,
lalu bertelur lagi. Serangga dewasa atau imago, perbandingan antara serangga
betina dengan serangga jantan rata-rata 10:1. Namun, pada saat akhir panen kopi
populasi serangga mulai turun karena terbatasnya makanan, populasi serangga
hampir semuanya betina, karena serangga betina memiliki umur yang lebih panjang
dibanding serangga jantan. Pada kondisi demikian perbandingan serangga betina
dan jantan dapat mencapai 500:1.
Serangga jantan H.hampei
tidak bisa terbang, oleh karena itu mereka tetap tinggal pada liang
gerekan di dalam biji. Umur serangga jantan hanya 103 hari, sedang serangga betina
dapat mencapai 282 hari dengan rata-rata 156 hari. Serangga betina mengadakan
penerbangan pada sore hari, yaitu sekitar pukul 16.00 sampai dengan 18.00
(Wiryadiputra, 2007).
Pada umumnya H.
hampei menyerang buah dengan endosperma yang telah mengeras, namun buah
yang belum mengeras dapat juga diserang. Buah kopi yang bijinya masih lunak
umumnya hanya digerek untuk mendapatkan makanan dan selanjutnya ditinggalkan.
Buah demikian tidak berkembang, warnanya berubah menjadi kuning kemerahan dan
akhirnya gugur. Serangan pada buah yang bijinya telah mengeras akan berakibat
penurunan mutu kopi karena biji berlubang. Biji kopi yang cacat
sangat berpengaruh negatif terhadap susunan senyawa kimianya, terutama pada
kafein dan gula pereduksi. Biji berlubang merupakan salah satu penyebab utama
kerusakan mutu kimia, sedangkan citarasa kopi dipengaruhi oleh kombinasi
komponen-komponen senyawa kimia yang terkandung dalam biji (Tobing et al., 2006).
Serangga H.
hampei masuk ke dalam buah kopi dengan cara membuat lubang di sekitar
diskus. Serangan pada buah muda menyebabkan gugur buah, serangan pada buah yang
cukup tua menyebabkan biji kopi cacat berlubang-lubang dan bermutu rendah
(PPKKI, 2006).
Serangan H.
hampei pada buah muda menyebabkan gugur buah. Serangan pada buah yang
cukup tua menyebabkan biji kopi cacat berlubang-lubang dan bermutu rendah
(PPKKI, 2006). H. hampei diketahui makan dan berkembang biak hanya di
dalam buah kopi saja. Kumbang betina masuk ke dalam buah kopi dengan membuat
lubang dari ujung buah dan berkembang biak dalam buah (Irulandi et al., 2007).
3.2.3 Kutu Sisik
Hama kutu
sisk di klasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Order : Homoptera
Family : Coccidae
Genus : Coccus
Species : Coccus viridis
Serangga ini tergolong famili Cocidae adalah
Coccus viridis ( green ) atau nama sinonimnya Lecanium viridae. Serangga ini
kutu sisik hijau lunak atau kutu sisik hijau kopi. Hama ini merupakan pemakan
segala tanaman ( poilfag ) dan tersebar didaerah tropis dan subtropis,
diantaranya Indonesia terutama didataran rendah dan udara kering. Kutu sisik
hijau kopi berbentuk bulat dan datar. Panjang tubuhnya ± 3 – 5 mm. Kutu yang
hidup pada tunas muda badannya lebih besar dan lebih cembung daripada yang
hidup pada daun. Sementara itu, kutu yang hidup pada tanaman kurus biasanya
berukuran kecil. Tanaman inangnya yaitu Kopi, jeruk, teh, mangga,
jambu, biji, jambu air, dan cengkeh.
Kutu hijau ini ovivipar. Telur yang dihasilkan diletakkan dibawah
betinanya. Setelah beberapa jam kemudian, telur akan menetas. Jumlah telur bisa
mencapai 500 butir. Setelah menetas nimfa tetap tinggal beberapa dibawah badan
induknya. Selanjutnya nimfa menetap dibawah permukaan daun, tunas, dan buah.
Sesudah mulai bertelur, kutu betina tetap tinggal di tempat sampai mati.
Perkembangan dari telur didataran rendah ± 45 hari, sedangkan didaerah lebih
sejuk sekurang – kurangnya 65 hari. Walaupun yang menetas banyak, nimfa yang
dapat terus hidup tidak banyak. Kutu jantan jarang atau tidak ada sehingga
reproduksinya dilakukan secara parthenogenesis. Kutu hijau ini selalu
dikunjungi semut yang dapat melindunginya dari predator. Dengan perlindungan
semut tertentu, perkembangannya lebih pesat. Kutu akan mencapai jumlah yang
terbanyak pada akhir musim kering. Julahnya akan berkurang saat mulai musim
hujan karena timbulnya cendawan patogen.
3.2.4 Ulat
Kantung
Menurut Thrisarno
(1994) hama Ulat Kantung ini diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Lepidoptere
Family : Psychidae
Genus : Mahasena
Spesies : Mahasena corbetti
Ciri khas
ulat kantong adalah hidupnya di dalam sebuah bangunan mirip kantong yang
berasal dari potongan-potongan daun, tangkai bunga tanaman inang, di sekitar
daerah serangan (Norman et al., 1995). Ciri khas yang lain yakni pada bagian
tubuh dewasa betina kebanyakan spesies ulat kantong mereduksi dan tidak
mampu untuk
terbang. Jantan memiliki sayap dan akan mencari betina karena
bau feromon
yang dikeluarkan betina untuk menarik serangga jantan.
Stadia ulat
kantung terdiri atas 4-5 instar dan berlangsung sekitar 50 hari. Pada waktu
berkepompong, kantong kelihatan halus permukaan luarnya, berukuran panjang
sekitar 15 mm dan menggantung seperti kait di permukaan bawah daun. Stadia
kepompong berlangsung selama 25 hari.
Ngengat ulat
kantung betina dapat menghasilkan telur sebanyak 100-300 butir selama hidupnya.
Telur menetas dalam waktu 18 hari. Ulat berukuran lebih kecil dibandingkan
dengan M. corbetti yakni pada akhir perkembangannya dapat mencapai panjang
sekitar 12 mm, dengan panjang kantong 15-17 mm.
Ngengat ulat
kantung jantan bersayap normal dengan rentangan sayap sekitar 30 mm dan
berwarna coklat tua. Seekor ngengat M. corbetti betina mampu menghasilkan telur
antara 2.000-3.000 butir (Syed, 1978). Telur menetas dalam waktu sekitar 16
hari. Ulat yang baru menetas sangat aktif dan bergantungan dengan benang-benang
liurnya, sehingga mudah menyebar dengan bantuan angin, terbawa manusia atau
binantang. Ulat sangat aktif makan sambil membuat kantong dari potongan daun
yang agak kasar atau kasar. Selanjutnya ulat bergerak dan makan dengan hanya
mengeluarkan kepala dan kaki depannya dari dalam kantong. Ulat mula-mula berada
pada permukaan atas daun, tetapi setelah kantong semakin besar berpindah
menggantung di bagian permukaan bawah daun kelapa sawit. Pada akhir
perkembangannya, ulat dapat mencapai panjang 35 mm dengan panjang kantong
sekitar 30-50 mm. Stadia ulat berlangsung sekitar 80 hari. Ulat berkepompong di
dalam kantong selama sekitar 30 hari, sehingga total siklus hidupnya adalah
sekitar 126 hari.
Serangan
yang ditimbulkan oleh ulat kantung pada daun kelapa sawit terlihat seperti
berlubang, kemudian melidi dan mengering. Pada larva instar awal bagian yang
dimakan adalah bagian epidermis atas daun, sedangkan untuk larva instar akhir,
bagian yang dimakan adalah epidermis bawah (Susanto, 2010). Ambang populasi
kritis Mahasena corbetti adalah 4-5 ekor per pelepah.
3.2.5 Tungau
Klasifikasi shukla (2010) serangga Tungau yaitu
sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Arachnida
Ordo
: Acarina
Famili
: Tertachidae
Genus
: Tertacychus
Spesies
: Tetracychus kanzawai
Siklus
hidup T. kanzawai terdiri dari telur, larva, nimfa (protonimfa dan
deutonimfa) dan dewasa. Telur umumnya diletakkan pada permukaan
bawah daun tapi terkadang juga pada permukaan atas daun bila
populasi T. kanzawai berlimpah. Telur berbentuk bulat seperti
bola dan saat baru diletakkan berwarna putih bening. Larva dan
nimfa berwarna hijau kekuningan dengan bintik gelap pada bagian dorsolateral
idiosoma seperti pada gambar 1 (Ehara 2002). Tungau dewasa umumnya
berwarna merah atau merah kekuningan (Ehara 2002). Warna tubuh imago T.
kanzawai terkadang dipengaruhi oleh tanaman inangnya. Tungkai berwarna
kekuningan. Betina dewasa berukuran sekitar 400-500 µm dan jantan dewasa
lebih kecil dengan hysterosoma yang meruncing. Imago T. kanzawai
jantan memiliki knob yang besar pada aedeagus (Zhang 2003).
Gejala
kerusakan yang diakibatkan oleh tungau hama ini bervariasi tergantung jenis
tanamannya. Nekrotik merupakan gejala yang pasti terjadi pada daun yang
terserang tungau hama ini, kemudian daun tersebut mengering. Populasi tungau
yang sangat tinggi dapat menyebabkan kematian tanaman. Populasi T. kanzawai
dapat meningkat dalam waktu yang cepat. Hal ini berkaitan dengan waktu
perkembangan T. kanzawai yang singkat, yaitu berkisar 12-19 hari pada suhu
20-25°C (Zhang 2003). Keberhasilan hidup sampai tahap imago dapat
mencapai 80 %. Nisbah kelamin bersifat female biased dengan nilai
1:3. Imago betina memiliki lama hidup yang lebih panjang dibandingkan
imago jantan. Tingkat fekunditas bervariasi dan dipengaruhi oleh
suhu. Satu imago betina dapat bertelur sebanyak 28-76 butir pada kisaran
suhu 15-30°C (Zhang 2003).
3.2.6. Pengorok
daun
Menurut Kalshoven
(1981) hama Pengorok daun ini diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Diptera
Family : Agromyzidae
Genus : Liriomyza
Spesies : Liriomyza huidobrensis,
Serangga dewasa berupa lalat kecil
berukuran sekitar 2 mm. Fase imago betina 10 hari dan jantan 6 hari. Serangga
betina menusuk daun melalui ovipositor, sehingga menimbulkan luka. Nisbah
kelamin jantan dan betina 1:1. Serangga betina mampu menghasilkan telur
sebanyak 600 butir. Pada bagian ujung punggung L. huidobrensis terdapat
warna kuning seperti L. sativa, sedangkan pada lalat L. chinensis (yang
diketahui menyerang bawang merah) dibagian punggungnya berwarna hitam.Telur
berwarna putih, berukuran 0,1 – 0,2 mm,berbentuk ginjal, diletakkan pada bagian
epidermis daun melalui ovipositor. Lama hidup 2 – 4 hari. Stadium larva atau
belatung terdiri atas tiga instar, berbentuk silinder, tidak mempunyai kepala
atau kaki. Larva yang baru keluar berwarna putih susu atau putih kekuningan,
segera mengorok jaringan mesofil daun dan tinggal dalam liang korokan selama
hidupnya. Larva instar 2 dan 3 merupakan instar yang paling merusak karena
terkait dengan meningkatnya konsumsi pakan dan luas korokan yang
ditimbulkannya. Ukuran larva ± 3,25 mm. Fase larva sekitar 6 - 12 hari. Pupa
berwarna kuning kecoklatan dan terbentuk dalam tanah. Lama hidup sekitar 8
hari. Dalam satu tahun biasanya terdapat 8 – 12 generasi. Siklus hidup dari
telur sampai dewasa 14 – 23 hari.
Kerusakan akibat larva Liriomyza
huidobrensis, dapat mengurangi kapasitas fotosintesa pada tanaman serta
dapat menggugurkan daun pada tanaman muda. Larva merusak tanaman dengan cara
mengorok daun sehingga yang tinggal
bagian epidermisnya saja. Serangga
dewasa merusak tanaman dengan tusukan
ovipositor saat meletakkan telur
dengan menusuk dan mengisap cairan daun sehingga terlihat adanya liang korokan
larva yang berkelok – kelok .Pada serangan parah daun tampak berwarna merah
kecoklatan. Akibatnya seluruh permukaan tanaman hancur. Didaerah tropika
tanaman yang terserang hama ini seperti terbakar. Kerusakan langsung
berupa luka bekas gigitan pada tanaman sehingga dapat terinfeksi oleh fungi
maupun oleh bakteri penyebab penyakit tanaman. L. huidobrensis adalah hama yang sangat polifag
menyerang berbagai jenis tanaman, antara lain tanaman hias, sayuran,
buah-buahan maupun tumbuhan liar.Tercatat sekitar 120 jenis tanaman dari 21
famili yang menjadi inang L. huidobrensis, selain kentang antara lain cabai, kubis, tomat, seledri,
semangka, kacang –kacangan seperti kacang merah, buncis, selada, brokoli,
caisin, bawang daun, mentimun, terung, sawi, wortel, waluh, bayam, krisan dan
beberapa jenis tanaman liar dari famili Asteraceae. Di antara berbagai jenis
tanaman sayuran yang diserang, tanaman kentang menderita serangan yang paling
berat
3.2.7 Thrips Sp
Hama Gurem atau Thrips dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum :
Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Thysanoptera
Famili :
Thripidae
Genus : Thrips
Spesies : Thrips
sp
Thrips pada cabe termasuk sub ordo Terebrantia yaitu thrips tabaci. Pada sub
ordo ini terdapat
ovipositor
yang berfungsi untuk
menusuk
dan meletakkan telur kedalam jaringan tanaman. Thrips panjang tubuhnya 1-2 mm berwarna hitam, datar, langsing dan mengalami metamorfosis sederhana/ setengah sempurna yaitu mulai dari telur
kemudian nimfa/thrips muda
berwarna
putih atau
kuning baru setelah
itu menjadi thrips dewasa sebelum mengalami dua sampai empat
instar ( Anonimus,2009 ).
Thrips dapat berkembang biak secara generatif
(kawin) maupun vegetatif melalui proses
Phartenogenesis, misalnya
thrips yang mengalami phartenogenesis adalah Thrips tabaci
yang menyerang tembakau. Perkembangbiakan
secara phartenogenesis akan menghasilkan serangga-serangga jantan. Menurut Kalshoven
(1981) bahwa imago betina Thrips dapat
meletakkan telur sekitar 15 butir secara
berkelompok kedalam jaringan epidhermal daun tanaman dengan masa inkubasi telur sekitar 7 hari. Telur dari hama ini berbentuk oval atau
bahkan mirip
seperti ginjal pada manusia, imago betina akan memasukkka n telurnya ke dalam jaringan epidhermal
daun dengan bantuan ovipositornya yang tajam. Ukuran telurnya sangat kecil maka
sering tak terlihat dengan mata telanjang. Telur ini
diletakkannya dalam jumlah yang
besar,dengan rata-rata 80 butir tiap induk. letak telur akan mudah
diketahui dengan memperhatikan bekas tusukan pada bagian
tanaman tersebut dan biasanya disekitar
jaringan tersebut terdapat pembengkakan. Telur-telur
ini akan menetas sekitar 3 atau
7 hari setelah pelatakan oleh imago betina( Direktorat Perlindungan Tanaman, 1992).
thrips muda atau nimfa akan berwarna putih
pucat atau pucat kekuningan sampai
kepada berwarna jernih. Biasanya Thrips muda ini gerakannya masih sangat lambat dan pergerakannya hanya terbatas pada tempat dimana dia memperoleh
makanan. Nimfa terdiri dari
empat instar, dan Instar pertama sudah mulai menyerang
tanaman. sayap baru akan terlihat pada masa pra-pupa. Daur hidup sekitar 7-12 hari ( Direktorat Perlindungan Tanaman, 1992).
Imago akan
bergerak lebih cepat dibanding
dengan nimfanya, telah
memiliki
sayap
yang ukurannya relatif panjang
dan sempit, imago
ini tubuhnya berwarna
kuning pucat sampai
kehitam-hitaman. Serangga dewasa berukuran 1-2 mm. Imago betina dapat
bertelur
sampai
80 butir yang diletakkannya ke
dalam
jaringan epidhermal daun
dengan bantuan ovipositornya yang tajam.( Direktorat Perlindungan Tanaman, 1992).
Gejala serangan yang di akibatkan oleh hama thrips
yaitu Pada permukaan
daun
akan terdapat
bercak-bercak yang berwarna
putih seperti perak. Hal ini terjadi karena masuknya udara ke dalam jaringan sel-sel yang telah dihisap cairannya oleh hama Thrips tersebut. Apabila bercak-bercak tersebut saling berdekatan dan akhirnya bersatu maka daun akan memutih seluruhnya mirip
seperti
warna perak. Lama kelamaan bercak ini akan berubah menjadi warna coklat dan
akhirnya daun akan mati. Daun-daun cabai yang terserang hebat maka tepinya
akan menggulung ke dalam dan
kadang-kadang juga terdapat bisul-bisul. Kotoran-
kotoran dari Thrips ini akan menutup permukaan daun sehingga daun menjadi hitam. Jadi pada umumnya bagian
tanaman yang diserang oleh
Thrips ini adalah
pada daun,
kuncup, tunas yang baru saja tumbuh, bunga serta buah
cabai yang masih muda (
Setiadi, 2004 ).
3.2.8 Penghisap
Buah Lada
Klasifikasi hama penghisap bua kakao yaitu:
Kingdom :
Animalia
Filum :
Arthropoda
Kelas
: Arachnida
Ordo : Hemiptera
Famili :
Coreidae
Genus :
Dasynus
Spesies : Dasynus piperis
Hama penghisap
buah lada (Dasynus piperis) termasuk keluarga Coreidae dari famili Hemiptera
yang memiliki tipe mulut menusuk menghisap. Hama yang menyerang buah lada
adalah stadia nimfa (serangga muda) dan imago (serangga dewasa). Siklus hidup
hama penghisap buah lada dari telur hingga serangga dewasa ± 45-60 hari.
Serangga betina dewasa dapat bertelur ± 160 butir dan berlangsung selama ± 10
minggu.
Serangga dewasa
betina bertelur pada siang hari. Telur berwarna coklat tua dan berbentuk oval.
Telur diletakkan pada permukaan daun, cabang tanaman, tandan buah muda,
berjajar 2-4 butir, atau berkelompok 8-10 butir. Telur terdapat paling banyak
pada bagian tengah tajuk tanaman lada.
Hama stadia nimfa
dan imago menusuk dan menghisap cairan buah lada. Serangan pada buah lada muda
menyebabkan tandan buah banyak yang kosong (kopong), sedangkan serangan pada
buah tua menyebabkan buah menjadi hampa, kering dan gugur.
Nimfa ditemukan
lebih banyak di buah dibandingkan di daun dan pucuk. Serangga dewasa dapat
hidup ± 3 bulan dan bila diganggu akan mengeluarkan bau tidak sedap. Nimfa dan
imago tidak suka sinar matahari langsung karena itu aktif makan pada pagi dan
sore hari.
Gejala serangan
awal pada buah lada ditemukan adanya bintik kekuningan atau hitam pada buah.
Akibat cairan buah dihisap, buah lada menjadi kopong, kering atau busuk
menghitam, sehingga mutu lada merosot (rendah). Bahkan kalau tidak ada buah,
hama menghisap cairan pucuk atau cabang muda untuk mempertahankan hidupnya,
sehingga bagian tanaman tersebut terhambat pertumbuhannya.
Kepik
pengisap buah lada merupakan hama penting, terutama menyerang buah lada umur
antara 4-5 bulan (masak susu). Kepik ini merusak tanaman dengan mengisap cairan
buah lada sehingga menjadi kosong, kering, dan menghitam. Serangan yang berat
pada tunas dapat menyebabkan buah layu dan rontok serta tunas mati.
3.2.9 Kutu
Putih
Klasifikasi hama kutu putih yaitu:
Kingdom :
Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Order : Hemiptera
Suborder : Sternorrhyncha
Family : Pseudococcidae
Genus : Pseudococcus
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Order : Hemiptera
Suborder : Sternorrhyncha
Family : Pseudococcidae
Genus : Pseudococcus
Spesies :
Paracoccus marginatus
Paracoccus marginatus William termasuk kedalam
filum Arthopoda, Kelas Insect, Ordo Hemiptera Superfamili Coccidea dan famili
Pseodococcidae. Morfologi pada stadium imago betina, yaitu tumbuh berwarna
kuning yang ditutupi oleh lilin putih namun tidak terlalu banyak untuk menutupi
warna tunuhnya. Panjang tubuh imago betina rata-rata 2,2 mm dengan kisaran
1,5-2,7 mm dan lebar tubuh rata-rata 1,4 mm dengan kisaran 0,9-1,7 mm.Sedangkan
pada imago dewasa jantan, bentuk tubuh sarangga oval memanjang dan memiliki
sepasang sayap dengan panjang tubug rata 1,0 dengan kisaran 0,9-1,1 dan lebar
pada toraks rata-rata 0,3 mm dengan kisaran 0,2-1,3 mm. Kutu putih memiliki 4
instar dari telur hingga dewasa.
Menurut Miller (2002) terdapat dua karakteristik penting
yang membedakan betina dewasa P. Marginatus dengan spesies Paracocus
lainnyayaitu (1) terdapat Oral-rim tubular duct bagian dorsal yang terdapat
pada tepi tubuh dan (2) tidak terdapat porus transulen pada tibia tungkai
belakang. Jantaan dewas dapat dapat dibedakan dengan spesies lain dengan
melihat adanya seta yang kokoh pada tungkai. Spesimen kutu putih pepeya akan
berubah menjadi hitam kebiruan pada sat dilakukan penyimpanan didalam alkohol.
Individu betina melalui tiga stadium hidup yaitu telur,
nimfa, dan imago. Stadium betina tidak memiliki sayap dan bergerak secara
perlahan dalam jarak yang dekat atau dapat diterbangakan oleh angin. Betina
biasanya meletakan telur 100 hingga 600 butit dalam sebuah kantung telur yang
terletak dalam waktu satu hingga dua minggu (Walker et al.2003). Kantung
telur terbuat dari benag-benang lilin yang sangat lengket, mudah melekat pada
permukaan daun dan dapat diterbangkan oleh angin. Stadim nimfa pertama disebut
crawer, alatif bergerak mencari tempay makan disekitar tulang daun. Individu
jantan melalui empat stadia hidup yaitu telur, nimfa, pupa, dan imago. Stadium
imago jantan memiliki satu pasng sayap, aktif terbang mendekati betina dewasa
(MiIller,2002).
Kutu putih pepaya menghisap cairan tumbuh dengan memasuki
stilet kedalam jaringan epidermis daun, buah maupun batang. Pada waktu yang
bersamaan kutu putih mengeluarkan racun kedalam daun, sehingga memgakibatkan
klorosis, kerdil, malformasi daun, daun mengkerut dan menggulung, daun muda dan
buah rontok, banyak menghasilkan embun madu yang dapat berasosiasi dengan
cendawan jelaga, hingga kematian tanaman (Walker et al. 2003). Pada tanaman
yang sudah dewasa, gejala yang muncul adalah daun menguning dan kelamaan daun
akan gugur. Serangan pada buah yang belum matang menyebabkan bentuk buah tidak
sempurna. Serangan yang berat dapat menutupi permukaan buah hingga terlihat
kutu putih akibat tertutup koloni kutu putih tersebut.t
V. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat di ambil dari praktikum ini
yaitu :
1.
Setiap serangga yang menyerang tanaman
menimbulkan gejala yang berbeda-beda
2.
Penggerek buah
kakao maupun penggerek buah kopi menyerang bagian dalam buah
3.
Pengorok daun
menyerang bagian jaringan daun dan hanya menyisakan bagian epidermisnya
4.
Ulat kantung
memiliki kantung sebagai pelindung dirinya
5.
Semua hama yang
menyerang tanaman harus dikendalikan ketika jumlah populasi hama telah meleihi
batas ambang ekonomi
DAFTAR PUSTAKA
Hase,
2009. Hama Penggerek Buah Kakao .http:/ ac. . Id/ kultifasi/
art/806/pdf/ rabu, 16 November 2016
Kalshoven, L. G. E. 1981. Pest of
Crops In Indonesia, Revised & Translated by P. A. Van Der Laan. PT. Ichtiar
Baru-Van Hoeve, Jakarta
Nonadita, 2007.Ordo-Ordo Serangga.PT
Bima Aksara, Jakarta.
[PPKKI] Pusat Penelitian Kopi dan
Kakao Indonesia. 2006. Pedoman Teknis Budi Daya Tanaman Kopi. Indonesia Coffee
and Cacao Research Institute Jember, Jawa Timur
Pracaya, 2007.Hama dan Penyakit
Tanaman. Penebar Swadaya, Jakarta.
Suparno,
T. 1990. Perlindungan buah kakao de-ngan kantung plastik di Kebun Kakao ADC
Kurotidur.Bengkulu Utara (Tidak dipublikasi).
Surachman, E. dan
W. Agus. 1998. Hama Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan. Penerbit
Kanisius, Jakarta.
Susniahti, N., Sumeno, H. dan
Sudrajat. 2005. Ilmu Hama Tumbuhan. Universitas Padjadjaran, Bandung.
Triharso. 2004. Dasar-dasar
Perlindungan Tanaman. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Wagiman, F.X. 2003. Hama Tanaman :
Cemiri Morfologi, Biologi dan Gejala Serangan. Jurusan Hama Dan Penyakit
Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogayakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar