pengenalan
beberapa ordo serangga
( ORDO HEMIPTERA)
(Laporan Praktikum Bioekologi Hama
Tumbuhan)
Oleh
Harina wahyuningsih
1514121114
kelompok 6
JURUSAN
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
LAMPUNG
2016
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Segala upaya
untuk mencegah kerugian pada usaha budidaya tanaman, yang diakibatkan oleh
pengganggu tanaman disebut perlindungan tanaman. Serangga
merupakan golongan hewan yang dominan di ala mini yang
jumlahnya kurang lebih 50% dari jumlah populasi mahluk hidup di bumi. Jumlah serangga melebihi hewan melata daratan lainnya sehingga serangga terdapat di mana-mana.
Hama adalah suatu oganisme yang menimbulkan kerusakan
pada tanaman dan dapat dilihat dengan mata. Hama
dapat merusak tanaman secara langsung maupun secara tidak langsung. Hama yang
merusak secara langsung dapat dilihat bekasnya, misalnya gerekan dan gigitan.Dampak yang timbul akibat serangan
hama menyebabkan kerugian baik terhadap nilai ekonomi produksi, pertumbuhan dan
perkembangan tanaman, serta petani sebagai pelaku budiaya tanaman dengan
kegagalan panen serta turunnya kwalitas dan kuantitas hasil panen. Pengendalian
hama yang tidak sesuai dan tepat akan memberikan dampak kerugian yang lebih
besar dari pada serangan hama itu sendiri terhadap tanaman.
Adapun manfaat dalam mempelajari
hama tanaman khususnya ke enam ordo serangga hama adalah agar praktikan dapat
mengenal berbagai jenis serangga
hama, jenis mulut, daur hidup, tipe perkembangbiakan dan siklus penyerangannya
sehingga dapat diketahui cara yang tepat untuk pengendalian serangga hama
tersebut. Oleh karena itu dilakukan praktikum
pengenalan ordo-ordo serangga kali ini untuk mengetahui berbagai ordo
serangga dan spesie-spesiesnya serta gejala penyakit atau gejala serangan dari
sampel yang digunakan
1.2 Tujuan
Percobaan
Adapun
tujuan dilakukan praktikum kali ini ialah sebagai
berikut:
1. Mengetahui berbagai ordo serangga dan spesimennya
masing-masing.
2. Mengetauhi
gejala tanaman yang terserang serangga.
3. mengetahui tipe mulut pada serangga
4. Mengetahui siklus hidup serangga
II.
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini
yaitu antara lain specimen serangga yang terdiri dari serangga capung, kutu,
bapak pucung, kecoa, tenggeret, walang sangit. Alat dan bahan lainnya yaitu
cawan petri, alat tulis dan kamera.
3.2 Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang di lakukan pada praktikum ini
yaitu :
1. Disiapkan
semua alat dan bahan
2. Diamati
masing-masing serangga yang telah disiapkan.
3. Dicatat
ordo serangga, tipe perkembangan, bentuk sayap, tipe alat mulut, dan
bagian-bagian tanaman yang diserang pada masing-masing serangga
4. Setelah itu menggambar serangga
5. di foto
specimen serangga sebagai dokumentasi laporan
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Tabel
Hasil Pengamatan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan di dapatkan
table sebagai berikut:
No.
|
Gambar
|
Keterangan
|
1.
|
Walang sangit
|
Nama ilmiah :Leptocorisa acuta)
Ordo : Hemiptera
Family : alydidae
|
2.
|
Capung
|
Nama ilmiah :pantala flavescens
Ordo : odonata
Family : libellulidae
|
3.
|
Bapak pucung
|
Nama ilmiah :Dysdercus cingulatus
Ordo : Hemiptera
Family : phyrrhocoridae
|
4.
|
Wereng batang cokelat
|
Nama ilmiah: Nilaparvata lugens
Ordo : Hemiptera
Family : Delphacidae
|
5.
|
Kutu daun
|
Nama ilmiah :Aphis Sp
Ordo : Hemiptera
Family : Aphididae
|
6.
|
Kecoa
|
Nama ilmiah :Biaberidae Sp
Ordo : orthoptera
Family :Biaberidae
|
7
|
Tonggeret
|
Nama ilmiah : Cicadidae Sp
Ordo : hemiptera
Family : cicadidae
|
3.2 Pembahasan
1.
Walang sangit (Leptocorisa acuta)
Siklus hidup walang sangit meletakan telur
pada bagian atas daun tanaman. Telur berbentuk oval dan pipih berwarna coklat
kehitaman, diletakan satu persatu dalam 1-2 baris sebanyak 12-16 butir. Lama
periode bertelur 57 hari dengan total produksi terlur per induk + 200 butir.
Lama stadia telur 7 hari, terdapat lima instar pertumbuhan nimpa yang total
lamanya + 19 hari. Lama preoviposition + 21 hari, sehingga lama satu siklus
hidup hama walang sangit + 46 hari.
Gejala
yang ditimbulkan oleh walang sangit (Leptocorixa acuta), menyebabkan
tanaman yang terserang terutama tanaman padi, bulir padinya hampa atau kosong.
Pengendaliannya yaitu, secara biologi dengan menggunakan musuh alaminya jangkrik,
secara mekanik dengan menggunakan alat pemancing seperti bangkai, secara kimia
dengan insectisida, dan secara kultur teknis dengan pembersihan lahan dan
penggiliran tanaman (Agus.
1998)
2.
Kutu Daun ( Aphis Sp)
Siklus hidup kutu daun
dimulai dari telur yang menetas pada umur 3 sd 4 hari setelah diletakan. Telur
menetas menjadi larva dan hidup selama 14 sd 18 hari dan berubah menjadi imago.
Imago kutu daun mulai bereproduksi pada umur 5 sd 6 hari pasca perubahan dari
larva menjadi imago. Imago kutu daun dapat bertelur sampai 73 telur selama
hidupnya. Pengendalian dengan cara memotong dan membakar daun yang terinfeksi
Gejala
yang ditimbulkan oleh hama ini adalah sebagai berikut :
-
Pada tanaman
kapas, kutu daun menyerang dengan cara menghisap cairan tanaman pada bagian
pucuk daun tanaman sehingga menyebabkan bentuknya abnormal dan keriting.
- Pada tanaman kentang seangan kutu daun menimbulkan
gejalan daun memucat, berkeriput, dan lalu menggulung.
- Pada tanaman cabai, serangan kutu daun menyebabkan
perkembangan daun dan bunga yang terserang menjadi terhambat.
- Pada tanaman apel, serangan kutu daun menyebabkan
daun berkerut, menggulung, dan akhirnya keriting. Selain itu bunga buah tanaman
aple menjadi gugur (Pracaya,1993).
Upaya
pengendalian kutu daun
harus dilakukan secara komprehensif, baik secara mekanis, teknis budidaya
maupun kimiawi. Secara mekanis dapat dilakukan dengan memusnahkan bagian
tanaman yang sudah terserang parah. Secara teknis budidaya dilakukan dengan melakukan penanaman serempak
untuk memutus siklus perkembangan hama. Selain itu, juga harus memilih tanaman
yang tahan terhadap serangan kutu daun dan infeksi virus. Tempatkan perangkap
kuning di sekitar area budidaya. Secara kimiawi, bisa dilakukan dengan
penyemprotan insektisida berbahan aktif lamda sihalotrin, tiametoksam,
dimetoat, fipronil, dan imidakloprid. Lakukan penggantian bahan aktif setiap
kali penyemprotan. Interval penyemprotan 5 hari sekali pada musim kemarau, dan
7 hari sekali pada musim hujan, dengan dosis dan konsentrasi sesuai pada
kemasan
3.
Bapak pucung
Telur bapak pucung biasanya diletakan dibawah tanaman inang
atau di tempat yang terlindung pada lubang kecil. Lubang tersebut kemudian
ditutup dengan butiran tanah atau serasah. Jumlah telur sekitar 100 yang dibagi
dalam 8 kelompok. Untuk perkembangannya, telur perlu kelembaban yang tinggi.
Jika keadaan kering, telur akan mati. Telur menetas dalam 5 hari pada suhu 27
derajat Celcius, atau 8 hari pada suhu 23 derajat Celcius.
Nimfa akan mengalami beberapa kali proses pergantian kulit
atau ekdisis. Tiap tahapan diantara pergantian kulit itu disebut instar. Nimfa
bapak pucung mengalami 5 kali instar. Warna nimfa yang telah dewasa penuh
adalah merah dengan bercak hitam pada sayapnya. Panjang nimfa 10-15 mm. Lamanya
periode nimfa adalah 21 hari pada suhu 27 derajat celcius, atau 35 hari pada
suhu 23 derajat celcius. Masa perkawinan bapak pucung 2-6 hari dan mulai
bertelur 3-8 hari kemudian. ( Pracaya, 2002 ).
Tipe alat mulut
pencucuk pengisap yang terdiri atas moncong (rostum) dan dilengkapi dengan alat
pencucuk dan pengisap berupa stylet. Pada ordo Hemiptera, rostum tersebut
muncul pada bagian anterior kepala (bagian ujung). Rostum tersebut beruas-ruas
memanjang yang membungkus stylet. Pada alat mulut ini terbentuk dua saluran, yakni
saluran makanan dan saluran ludah.
Hama bapak pucung menyerang tanaman kapas, Nimfa makan biji buah kapas yang terbuka
sehingga mengurangi daya kecambah biji kapas.Imago melubangi buah kapas supaya
dapat makan biji kapas, sehingga
mengakibatkan kapas menjadi berwarna kuning kecokelatan dan kusut. Salah satu pengedalianya yaitu dengan
menghadirkan musuh alami berupa laba-laba.
4.
Kecoa
Kecoa betina bertelur dalam jumlah banyak yang
diletakkan di permukaan tanah atau pada tumpukan sampah. Telur kecoa menetas
menjadi anak kecoa yang disebut nimfa. Nimfa memiliki bentuk yang mirip dengan
induknya. Kemudian nimfa menjadi kecoa dewasa. Karena perubahan bentuknya tidak
mengalami tahap kepompong, maka kecoa disebut mengalami metamorfosis tidak
sempurna.
Salah satu
kelebihan kecoa adalah kemampuan untuk hidup dari beragam bakteri yang hidup
dan berkembang dalam tubuhnya. Kecoak menjadi salah satu momok bagi manusia,
bahkan juga masuk dalam kategori hewan berbahaya.Kecoak yang bisa hidup dalam
pelbagai kondisi, seperti kering dan basah membawa sekian banyak penyakit yang
dapat ditularkan kepada manusia.
Penyakit
yang dibawa oleh kecoa cukup beragam, mulai dari penyakit ringan seperti
iritasi kulit dan alergi hingga penyakit berat, seperti pes (sampar) hingga cacing
berbahaya. Beberapa jenis protein yang terkandung pada tubuh kecoak –termasuk
pada kulit– merupakan alergen efektif yang dapat memicu alergi dan asma pada
anak.
Kutu
Kecoa dikontrol dengan mengurangi tempat-tempat yang optimal untuk
perkembangbiakan kecoa dengan memberikan suhu 5°C . Penggunaan bahan kimia
kadang-kadang ditambah dengan insektisida nonresidual pyrethrin berbasis
memaksa serangga dari daerah tersembunyi ke wilayahterbuka, di mana kontak
diperbaiki dengan insektisida dapat terjadi. Senyawa lainnya,
seperti diazinon microencapsulated flowable, tersedia untuk pengontrolan kecoa
dan serangga lain didaerah retak, atau celah tapi tidak untuk aplikasi di
daerah penanganan makanan. Cairan pestisida, dan siflutrin digunakan sebagai racun saraf
yang membunuh serangga. Bahan kimia yang memiliki toksisitas sangat rendah
untuk manusia dan hewan peliharaan, dapat
ditemukan dalam insektisida komersial seperti Raid. Serbuk,
dinatrium octoborate tetrahydrate, adalah formulasi
asam borat dengan toksisitas rendah bagi manusia dan hewan peliharaan, tetapi
menyebabkan serangga untuk dehidrasi dan mati (DeSorbo, 2004).
5.
Capung
Capung
merupakan hewan yang mengalami metamorfosis tidak sempurna, atau lebih dikenal
dengan istilah hemimetabolisme. Hal ini disebabkan karena capung hanya
melakukan tiga tahapan perubahan semasa hidupnya, yaitu telur, naiad dan capung dewasa. Dan seperti serangga
umumnya tubuh capung terdiri dari tiga bagian yaitu kepala dengan mata yang
besar, dada dengan empat sayap panjang yang dilengkapi dengan tiga pasang
kaki serta perut dengan sepuluh segmen.
Tipe
mulut capung termasuk kedalam tipe mulut mandibulata karena digunakan untuk
menggigit dan megunyah, dilengkapi dengan
rahang atas dan bawha yang sangat kuat.
Capung bukan serangga yang termasuk ke dalam hama,
justru capung merupakan musuh alami dari hama. Capung
besar dan capung jarum terbang cepat sehingga dapat menangkap serangga lain
yang sedang terbang. Panjangnya bisa di antara 2 sampai 13,5 cm. Bahkan
beberapa jenis capung memakan mangsanya sambil terbang. Jenis lain hinggap
untuk makan. Capung dapat menangkap dan memakan kutu, nyamuk, dan kepik
(misalnya, Helopeltis) di udara. Capung besar mampu menangkap kupu-kupu kecil
sementara ia terbang di udara.(Rioardi,
2009)
6.
Wereng batang cokelat
Wereng batang coklat
berkembangbiak secara sexual, masa pra peneluran 3-4 hari untuk brakiptera
(bersayap kerdil) dan 3-8 hari untuk makroptera (bersayap panjang). Telur
biasanya diletakkan pada jaringan pangkal pelepah daun, tetapi kalau
populasinya tinggi telur diletakkan di ujung pelepah dan tulang daun.Telur
diletakkan berkelompok, satu kelompok telur terdiri dari 3-21 butir. Satu
ekor betina mampu meletakkan telur 100-500 butir.
Telur menetas setelah 7-10 hari. Muncul wereng muda yang disebut nimfa dengan
masa hidup 12-15 hari dan setelah fase ini menjadi wereng dewasa.
Pada
serangan ringan gejala tersebut belum nampak sehingga seringkali membuat petani
terkecoh, seolah-olah tidak ada serangan. Pada serangan tahap awal daun
dan batang masih berwarna hijau walaupun di sekliling rumpun dijumpai ratusan
ekor nimpa dan serangga dewasa. Gejala pertanaman mengering baru nampak pada
serangan tahap lanjut dengan intensitas berat. Gejala
tanaman mengering berupa spot di bagian
tengah petakan, kemudian akan menyatu sehingga seluruh pertanaman mengering.
Pada kondisi demikian wereng coklat sangat sulit dikendalikan karena
populasinya sangat tinggi. Hopperburn terjadi bila dalam satu rumpun tanaman
dijumpai sekitar 400-500 ekor nimpa atau 200 ekor serangga dewasa. Wereng
coklat dapat menyerang semua stadia tanaman, tetapi yang paling rentan adalah
pada stadia pembentukan anakan sampai stadia generatif.
Pengendalian hama wereng
cokelat dapat dilakukan dengan menggunakan varietas padi yang tahan wereng, menggunakan
pupuk K untuk mengurangi kerusakan..
Pupuk N dapat menstimulus pertumbuhan vegetatif yang menyebabkan batang padi
menjadi lunak dan berair., Kontrol tanaman dua minggu sekali untuk
mengantisipasi perkembangan serangan., Jika serangan masih dibawah
ambang ekonomi yaitu 15 ekor per rumpun, maka cukup diberikan pengendalian
alami yaitu penggunaan jamur entomopatogenik (Metarhizium annisopliae atau
Beauveria bassiana), Sedangkan jika tingkat serangan sudah diatas ambang
ekonomi sebaiknya menggunakan pengendalian kimia dengan dosis yang
direkomendasikan, Rotasi tanaman dengan
tanaman lain yang berbeda famili seperti cabai atau ubi jalar.(
Syamsudin.2007.).
7.
Tonggeret
Tonggeret
merupakan serangga penusuk penghisap dari bangsa kepik (Hemiptera). Nympha
tonggeret (serangga muda) hidup di dalam tanah dan menghisap carian akar/batang
tebu sehingga tanaman kering dan mati. Serangan tonggeret pada tebu muda dapat
menyebabkan tanam ulang.
Tonggeret mudah dikenali dari suara nyaring
serangga jantan saat musim kawin. Setelah kawin serangga betina akan meletakkan
telur pada ibu tulang daun tebu sebelah bawah. Pada bagian tersebut tampak
seperti “bekas jahitan”. Saat menetas nympha muda akan menjatuhkan diri ke
tanah, masuk ke dalam tanah dan mulai menghisap cairan batang/akar tebu.
Di dalam tanah nympha muda akan berganti kulit
beberapa kali. Nympha dewasa akan naik ke atas tanah menuju ranting pohon atau
daun tebu untuk ganti kulit terakhir kali menjadi serangga dewasa bersayap.
Biasanya bekas kulit nympha tonggeret ini tetap menempel di ibu tulang daun
tebu hingga beberapa hari. (Arief,1994).
IV.
KESIMPULAN
Kesimpulan
yang dapat di ambil dari praktikum ini yaitu:
1.
Serangan serangga terhadap tanaman menimbulkan gejala yang
berbeda-beda
2.
Setiap serangga
mmiliki karakteristik bentuk mulut dan siklus hidupyang berbeda beda.
3.
Hama kecoa
memiliki keistimewaan yaitu dapat bertahan hidup dalam kondisi lingkungan
apapun
4.
Pengendalian
hama dilakukan untuk mengurangi jumlah daerah perluasan hama serta menekan
kerugian atas tanaman
5.
Walang sangit dapat mengeluarkan telur dalam
jumlah yang banyak yaitu sekitar 100 butir dalam 2-3 hari.
DAFTAR
PUSTAKA
Arief, arifin. 1994. Perlindungan Tanaman Hama Penyakit dan Gulma.
Usaha Nasional. Surabaya
DeSorbo, M.A. 2004. Combating cockroaches. Food
Qual 11, no. 5: 24.
Pracaya. 1993. Hama
dan penyakit tanaman. Panebar Swadaya. Jakarta.
Pracaya.
2002. Hama danPenyakitTanaman.
PenebarSwadaya. Jakarta
Rioardi,
2009. Ordo-Ordo Serangga. http://rioardi.wordpress.com. Di akses pada tanggal 16 oktober 2016
Surachman,
E. dan W. Agus. 1998. Hama Tanaman
Pangan, Hortikultura dan Perkebunan. Penerbit Kanisius, Jakarta
Syamsudin.2007.
IntensitasSerangan Hama danPopulasi Predator PadaBerbagaiWaktu.BalaiPenelitianSerealia,
Maros
Tidak ada komentar:
Posting Komentar