Senin, 21 November 2016

laporan pengenalan beberapa ordo serangga



 pengenalan beberapa ordo serangga
( ORDO HEMIPTERA)
 (Laporan Praktikum Bioekologi Hama Tumbuhan)






Oleh

Harina wahyuningsih
1514121114
kelompok 6









JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2016
I.                   PENDAHULUAN


1.1.       Latar belakang

Segala upaya untuk mencegah kerugian pada usaha budidaya tanaman, yang diakibatkan oleh pengganggu tanaman disebut perlindungan tanaman. Serangga merupakan golongan hewan yang dominan di ala mini yang jumlahnya kurang lebih 50% dari jumlah populasi mahluk hidup di bumi. Jumlah serangga melebihi hewan melata daratan lainnya sehingga serangga terdapat di mana-mana.
Hama adalah suatu oganisme yang menimbulkan kerusakan pada tanaman dan dapat dilihat dengan mata. Hama dapat merusak tanaman secara langsung maupun secara tidak langsung. Hama yang merusak secara langsung dapat dilihat bekasnya, misalnya gerekan dan gigitan.Dampak yang timbul akibat serangan hama menyebabkan kerugian baik terhadap nilai ekonomi produksi, pertumbuhan dan perkembangan tanaman, serta petani sebagai pelaku budiaya tanaman dengan kegagalan panen serta turunnya kwalitas dan kuantitas hasil panen. Pengendalian hama yang tidak sesuai dan tepat akan memberikan dampak kerugian yang lebih besar dari pada serangan hama itu sendiri terhadap tanaman.

Adapun manfaat dalam mempelajari hama tanaman khususnya ke enam ordo serangga hama adalah agar praktikan dapat mengenal berbagai jenis serangga hama, jenis mulut, daur hidup, tipe perkembangbiakan dan siklus penyerangannya sehingga dapat diketahui cara yang tepat untuk pengendalian serangga hama tersebut. Oleh karena itu dilakukan praktikum  pengenalan ordo-ordo serangga kali ini untuk mengetahui berbagai ordo serangga dan spesie-spesiesnya serta gejala penyakit atau gejala serangan dari sampel yang digunakan

1.2       Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dilakukan praktikum kali ini ialah sebagai berikut:
1.  Mengetahui berbagai ordo serangga dan spesimennya masing-masing.
2.      Mengetauhi gejala tanaman yang terserang serangga.
3.  mengetahui tipe mulut pada serangga
4.   Mengetahui siklus hidup serangga


























II.                METODOLOGI PERCOBAAN


3.1     Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu antara lain specimen serangga yang terdiri dari serangga capung, kutu, bapak pucung, kecoa, tenggeret, walang sangit. Alat dan bahan lainnya yaitu cawan petri, alat tulis dan kamera.

3.2     Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang di lakukan pada praktikum ini yaitu :
1.       Disiapkan semua alat dan bahan
2.             Diamati masing-masing serangga yang telah disiapkan.
3.       Dicatat ordo serangga, tipe perkembangan, bentuk sayap, tipe alat mulut, dan bagian-bagian tanaman yang diserang pada masing-masing serangga
4.       Setelah itu menggambar serangga
5.       di foto specimen serangga sebagai dokumentasi laporan











III.             HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1       Tabel Hasil Pengamatan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan di dapatkan table sebagai berikut:
No.
Gambar
Keterangan
1.
Walang sangit


Nama ilmiah :Leptocorisa acuta)
Ordo              : Hemiptera
Family           : alydidae
2.
Capung


Nama ilmiah :pantala flavescens
Ordo              : odonata
Family           : libellulidae


3.
Bapak pucung


Nama ilmiah :Dysdercus cingulatus
Ordo              : Hemiptera
Family           : phyrrhocoridae
4.
Wereng batang cokelat


Nama ilmiah: Nilaparvata lugens
Ordo              : Hemiptera
Family           : Delphacidae


5.
Kutu daun


Nama ilmiah :Aphis Sp
Ordo              : Hemiptera
Family           : Aphididae


6.
Kecoa


Nama ilmiah :Biaberidae  Sp
Ordo              : orthoptera
Family           :Biaberidae


7
Tonggeret


Nama ilmiah : Cicadidae Sp
Ordo              : hemiptera
Family           : cicadidae




3.2       Pembahasan

1.             Walang sangit (Leptocorisa acuta)

Siklus hidup walang sangit meletakan telur pada bagian atas daun tanaman. Telur berbentuk oval dan pipih berwarna coklat kehitaman, diletakan satu persatu dalam 1-2 baris sebanyak 12-16 butir. Lama periode bertelur 57 hari dengan total produksi terlur per induk + 200 butir. Lama stadia telur 7 hari, terdapat lima instar pertumbuhan nimpa yang total lamanya + 19 hari. Lama preoviposition + 21 hari, sehingga lama satu siklus hidup hama walang sangit + 46 hari.

Gejala yang ditimbulkan oleh walang sangit (Leptocorixa acuta), menyebabkan tanaman yang terserang terutama tanaman padi, bulir padinya hampa atau kosong. Pengendaliannya yaitu, secara biologi dengan menggunakan musuh alaminya jangkrik, secara mekanik dengan menggunakan alat pemancing seperti bangkai, secara kimia dengan insectisida, dan secara kultur teknis dengan pembersihan lahan dan penggiliran tanaman (Agus. 1998)



2.             Kutu Daun ( Aphis Sp)

Siklus hidup kutu daun dimulai dari telur yang menetas pada umur 3 sd 4 hari setelah diletakan. Telur menetas menjadi larva dan hidup selama 14 sd 18 hari dan berubah menjadi imago. Imago kutu daun mulai bereproduksi pada umur 5 sd 6 hari pasca perubahan dari larva menjadi imago. Imago kutu daun dapat bertelur sampai 73 telur selama hidupnya. Pengendalian dengan cara memotong dan membakar daun yang terinfeksi

Gejala yang ditimbulkan oleh hama ini adalah sebagai berikut :
- Pada tanaman kapas, kutu daun menyerang dengan cara menghisap cairan tanaman pada bagian pucuk daun tanaman sehingga menyebabkan bentuknya abnormal dan keriting.
- Pada tanaman kentang seangan kutu daun menimbulkan gejalan daun memucat, berkeriput, dan lalu menggulung.
- Pada tanaman cabai, serangan kutu daun menyebabkan perkembangan daun dan bunga yang terserang menjadi terhambat.
- Pada tanaman apel, serangan kutu daun menyebabkan daun berkerut, menggulung, dan akhirnya keriting. Selain itu bunga buah tanaman aple menjadi gugur (Pracaya,1993).

Upaya pengendalian kutu daun harus dilakukan secara komprehensif, baik secara mekanis, teknis budidaya maupun kimiawi. Secara mekanis dapat dilakukan dengan memusnahkan bagian tanaman yang sudah terserang parah. Secara teknis budidaya  dilakukan dengan melakukan penanaman serempak untuk memutus siklus perkembangan hama. Selain itu, juga harus memilih tanaman yang tahan terhadap serangan kutu daun dan infeksi virus. Tempatkan perangkap kuning di sekitar area budidaya. Secara kimiawi, bisa dilakukan dengan penyemprotan insektisida berbahan aktif lamda sihalotrin, tiametoksam, dimetoat, fipronil, dan imidakloprid. Lakukan penggantian bahan aktif setiap kali penyemprotan. Interval penyemprotan 5 hari sekali pada musim kemarau, dan 7 hari sekali pada musim hujan, dengan dosis dan konsentrasi sesuai pada kemasan
3.        Bapak pucung

Telur bapak pucung biasanya diletakan dibawah tanaman inang atau di tempat yang terlindung pada lubang kecil. Lubang tersebut kemudian ditutup dengan butiran tanah atau serasah. Jumlah telur sekitar 100 yang dibagi dalam 8 kelompok. Untuk perkembangannya, telur perlu kelembaban yang tinggi. Jika keadaan kering, telur akan mati. Telur menetas dalam 5 hari pada suhu 27 derajat Celcius, atau 8 hari pada suhu 23 derajat Celcius.
Nimfa akan mengalami beberapa kali proses pergantian kulit atau ekdisis. Tiap tahapan diantara pergantian kulit itu disebut instar. Nimfa bapak pucung mengalami 5 kali instar. Warna nimfa yang telah dewasa penuh adalah merah dengan bercak hitam pada sayapnya. Panjang nimfa 10-15 mm. Lamanya periode nimfa adalah 21 hari pada suhu 27 derajat celcius, atau 35 hari pada suhu 23 derajat celcius. Masa perkawinan bapak pucung 2-6 hari dan mulai bertelur 3-8 hari kemudian. ( Pracaya, 2002 ).
Tipe alat mulut pencucuk pengisap yang terdiri atas moncong (rostum) dan dilengkapi dengan alat pencucuk dan pengisap berupa stylet. Pada ordo Hemiptera, rostum tersebut muncul pada bagian anterior kepala (bagian ujung). Rostum tersebut beruas-ruas memanjang yang membungkus stylet. Pada alat mulut ini terbentuk dua saluran, yakni saluran makanan dan saluran ludah.
Hama bapak pucung menyerang tanaman kapas, Nimfa makan biji buah kapas yang terbuka sehingga mengurangi daya kecambah biji kapas.Imago melubangi buah kapas supaya dapat makan biji kapas, sehingga mengakibatkan kapas menjadi berwarna kuning kecokelatan dan  kusut. Salah satu pengedalianya yaitu dengan menghadirkan musuh alami berupa laba-laba.




4.        Kecoa
Kecoa  betina bertelur dalam jumlah banyak yang diletakkan di permukaan tanah atau pada tumpukan sampah. Telur kecoa menetas menjadi anak kecoa yang disebut nimfa. Nimfa memiliki bentuk yang mirip dengan induknya. Kemudian nimfa menjadi kecoa dewasa. Karena perubahan bentuknya tidak mengalami tahap kepompong, maka kecoa disebut mengalami metamorfosis tidak sempurna.
Salah satu kelebihan kecoa adalah kemampuan untuk hidup dari beragam bakteri yang hidup dan berkembang dalam tubuhnya. Kecoak menjadi salah satu momok bagi manusia, bahkan juga masuk dalam kategori hewan berbahaya.Kecoak yang bisa hidup dalam pelbagai kondisi, seperti kering dan basah membawa sekian banyak penyakit yang dapat ditularkan kepada manusia.

Penyakit yang dibawa oleh kecoa cukup beragam, mulai dari penyakit ringan seperti iritasi kulit dan alergi hingga penyakit berat, seperti pes (sampar) hingga cacing berbahaya. Beberapa jenis protein yang terkandung pada tubuh kecoak –termasuk pada kulit– merupakan alergen efektif yang dapat memicu alergi dan asma pada anak.

Kutu Kecoa dikontrol dengan mengurangi tempat-tempat yang  optimal untuk perkembangbiakan kecoa dengan memberikan suhu 5°C . Penggunaan bahan kimia kadang-kadang ditambah dengan insektisida nonresidual pyrethrin berbasis memaksa serangga dari daerah tersembunyi ke wilayahterbuka, di mana kontak diperbaiki dengan insektisida dapat terjadi. Senyawa lainnya, seperti diazinon microencapsulated flowable, tersedia untuk pengontrolan kecoa dan serangga lain didaerah retak, atau celah tapi tidak untuk aplikasi di daerah penanganan makanan. Cairan pestisida, dan siflutrin digunakan sebagai racun saraf yang membunuh serangga. Bahan kimia yang memiliki toksisitas sangat rendah untuk manusia dan hewan peliharaan, dapat ditemukan dalam insektisida komersial seperti Raid. Serbuk, dinatrium octoborate tetrahydrate, adalah formulasi asam borat dengan toksisitas rendah bagi manusia dan hewan peliharaan, tetapi menyebabkan serangga untuk dehidrasi dan mati (DeSorbo, 2004). 
5.              Capung

Capung merupakan hewan yang mengalami metamorfosis tidak sempurna, atau lebih dikenal dengan istilah hemimetabolisme. Hal ini disebabkan karena capung hanya  melakukan tiga tahapan perubahan semasa hidupnya, yaitu telur, naiad dan capung dewasa. Dan seperti serangga umumnya tubuh capung terdiri dari tiga bagian yaitu kepala dengan mata yang besar, dada dengan empat sayap panjang yang dilengkapi dengan tiga pasang  kaki serta perut dengan sepuluh segmen.
Tipe mulut capung termasuk kedalam tipe mulut mandibulata karena digunakan untuk menggigit dan megunyah, dilengkapi dengan rahang atas dan bawha yang sangat kuat.
Capung bukan serangga yang termasuk ke dalam hama, justru capung merupakan musuh alami dari hama. Capung besar dan capung jarum terbang cepat sehingga dapat menangkap serangga lain yang sedang terbang. Panjangnya bisa di antara 2 sampai 13,5 cm. Bahkan beberapa jenis capung memakan mangsanya sambil terbang. Jenis lain hinggap untuk makan. Capung dapat menangkap dan memakan kutu, nyamuk, dan kepik (misalnya, Helopeltis) di udara. Capung besar mampu menangkap kupu-kupu kecil sementara ia terbang di udara.(Rioardi, 2009)








6.         Wereng batang cokelat
Wereng batang coklat berkembangbiak secara sexual, masa pra peneluran 3-4 hari untuk brakiptera (bersayap kerdil) dan 3-8 hari untuk makroptera (bersayap panjang). Telur biasanya diletakkan pada jaringan pangkal pelepah daun, tetapi kalau populasinya tinggi telur diletakkan di ujung pelepah dan tulang daun.Telur diletakkan berkelompok, satu kelompok telur terdiri dari 3-21 butir.  Satu ekor betina  mampu  meletakkan  telur  100-500  butir. Telur menetas setelah 7-10 hari. Muncul wereng muda yang disebut nimfa dengan masa hidup 12-15 hari dan setelah fase ini menjadi wereng dewasa.
Pada serangan ringan gejala tersebut belum nampak sehingga seringkali membuat petani terkecoh, seolah-olah tidak ada serangan. Pada  serangan tahap awal daun dan batang masih berwarna hijau walaupun di sekliling rumpun dijumpai ratusan ekor nimpa dan serangga dewasa. Gejala pertanaman mengering baru nampak pada serangan tahap lanjut dengan intensitas berat. Gejala tanaman mengering berupa spot  di bagian tengah petakan, kemudian akan menyatu sehingga seluruh pertanaman mengering. Pada kondisi demikian wereng coklat sangat sulit dikendalikan karena populasinya sangat tinggi. Hopperburn terjadi bila dalam satu rumpun tanaman dijumpai sekitar 400-500 ekor nimpa atau 200 ekor serangga dewasa. Wereng coklat dapat menyerang semua stadia tanaman, tetapi yang paling rentan adalah pada stadia pembentukan anakan sampai stadia generatif.
Pengendalian hama wereng cokelat dapat dilakukan dengan menggunakan varietas padi yang tahan wereng, menggunakan  pupuk K untuk mengurangi kerusakan.. Pupuk N dapat menstimulus pertumbuhan vegetatif yang menyebabkan batang padi menjadi lunak dan berair., Kontrol tanaman dua minggu sekali untuk mengantisipasi perkembangan serangan., Jika serangan masih dibawah ambang ekonomi yaitu 15 ekor per rumpun, maka cukup diberikan pengendalian alami yaitu penggunaan jamur entomopatogenik (Metarhizium annisopliae atau Beauveria bassiana), Sedangkan jika tingkat serangan sudah diatas ambang ekonomi sebaiknya menggunakan pengendalian kimia dengan dosis yang direkomendasikan,  Rotasi tanaman dengan tanaman lain yang berbeda famili seperti cabai atau ubi jalar.( Syamsudin.2007.).
7.         Tonggeret
Tonggeret merupakan serangga penusuk penghisap dari bangsa kepik (Hemiptera). Nympha tonggeret (serangga muda) hidup di dalam tanah dan menghisap carian akar/batang tebu sehingga tanaman kering dan mati. Serangan tonggeret pada tebu muda dapat menyebabkan tanam ulang.
Tonggeret mudah dikenali dari suara nyaring serangga jantan saat musim kawin. Setelah kawin serangga betina akan meletakkan telur pada ibu tulang daun tebu sebelah bawah. Pada bagian tersebut tampak seperti “bekas jahitan”. Saat menetas nympha muda akan menjatuhkan diri ke tanah, masuk ke dalam tanah dan mulai menghisap cairan batang/akar tebu.
Di dalam tanah nympha muda akan berganti kulit beberapa kali. Nympha dewasa akan naik ke atas tanah menuju ranting pohon atau daun tebu untuk ganti kulit terakhir kali menjadi serangga dewasa bersayap. Biasanya bekas kulit nympha tonggeret ini tetap menempel di ibu tulang daun tebu hingga beberapa hari. (Arief,1994).






IV.             KESIMPULAN


Kesimpulan yang dapat di ambil dari praktikum ini yaitu:
1.        Serangan serangga terhadap tanaman menimbulkan gejala yang berbeda-beda
2.        Setiap serangga mmiliki karakteristik bentuk mulut dan siklus hidupyang berbeda beda.
3.        Hama kecoa memiliki keistimewaan yaitu dapat bertahan hidup dalam kondisi lingkungan apapun
4.        Pengendalian hama dilakukan untuk mengurangi jumlah daerah perluasan hama serta menekan kerugian atas tanaman
5.         Walang sangit dapat mengeluarkan telur dalam jumlah yang banyak yaitu sekitar 100 butir dalam 2-3 hari.










DAFTAR PUSTAKA


Arief, arifin. 1994. Perlindungan Tanaman Hama Penyakit dan Gulma. Usaha Nasional. Surabaya
DeSorbo, M.A. 2004. Combating cockroaches. Food Qual 11, no. 5: 24.
Pracaya. 1993. Hama dan penyakit tanaman. Panebar Swadaya. Jakarta.
Pracaya. 2002. Hama danPenyakitTanaman. PenebarSwadaya. Jakarta
Rioardi, 2009. Ordo-Ordo Serangga. http://rioardi.wordpress.com. Di akses pada tanggal 16 oktober 2016
Surachman, E. dan W. Agus. 1998. Hama Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan. Penerbit Kanisius, Jakarta
Syamsudin.2007. IntensitasSerangan Hama danPopulasi Predator PadaBerbagaiWaktu.BalaiPenelitianSerealia, Maros

Tidak ada komentar:

Posting Komentar